Category: Uncategorized


Dalam hidupdan kehidupan, setiap manusia dalam melakukan aktifitasnya pasti pernah menemukan perlakuan yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal yang tidak adil. Dimana pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan untuk berbuat kebaikan “jujur”. Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran sangatlah tidak mudah dan selalui dibenturkan oleh permasalahan – permasalahan dan kendala yang dihadapinya yang kesemuanya disebabkan oleh berbagai sebab, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap moral.

Dampak positif dari keadilan itu sendiri dapat membuahkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi. Karena ketika seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan caranya sendiri. Nah… cara itulah yang dapat menimbulkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apabun hingga bahkan membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.

Keadilan adalah pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara kata dan sikap antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri.

Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan memiliki cirri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hokum.

Keadilan itu sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur. Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.

Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas.

Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecurangan antara lain ;

1.   Faktor ekonomi. Setiap berhak hidup layah dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.

2.   Faktor Peradaban dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.

3.   Teknis. Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun.

4.   dan lain sebagainya.

Keadilan dan kecurangaan atau ketidakadilan tidak akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua sangat bertolak belakang dan berseberangan.

Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.

Tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Yang kami maksud adalah perasaan nurani kita, hati kita, yang mempunyai pengaruh besar dalam mengarahkan sikap kita menuju hal positif. Nabi bersabda: “Mintalah petunjuk pada hati (nurani)mu.”

Dalam wacana keislaman, tanggung jawab adalah tanggung jawab personal. Seorang muslim tidak akan dibebani tanggung jawab orang lain. Allah berfirman: “Setiap jiwa adalah barang gadai bagi apa yang ia kerjakan.” Dan setiap pojok dari ruang kehidupan tidak akan lepas dari tanggung jawab. Kullukum râ’in wa kullukum mas’ûlun ‘an Ro‘iyyatih…..

Tanggung jawab bisa dikelompokkan dalam dua hal. Pertama, tanggung jawab individu terhadap dirinya pribadi. Dia harus bertanggung jawab terhadap akal(pikiran)nya, ilmu, raga, harta, waktu, dan kehidupannya secara umum. Rasulullah bersabda: “Bani Adam tidak akan lepas dari empat pertanyaan (pada hari kiamat nanti); Tentang umur, untuk apa ia habiskan; Tentang masa muda, bagaimana ia pergunakan; Tentang harta, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia gunakan; Tentang ilmu, untuk apa ia amalkan.”

Kedua, tanggung jawab manusia kepada orang lain dan lingkungan (sosial) di mana ia hidup. Kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluq yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan sosialnya. Kewajiban sangat erat kaitannya dengan eksistensi seseorang sebagai bagian dari masyarakat. Kita sadar bahwa kalau kita tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap orang lain, tidak pantas bagi kita menuntut orang lain  untuk bertanggung jawab pada kita. Kalau kita tidak berlaku adil pada orang lain, jangan harap orang lain akan berbuat adil pada kita.

Ada sebagian orang yang berkata bahwa kesalahan-kesalahan yang ia lakukan adalah takdir yang telah ditentukan Tuhan kepadanya. Dan dia tidak bisa menolaknya. Satu misal sejarah; suatu ketika di masa Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan  kemudian dibawa ke hadapan khalifah. Beliau bertanya: “Mengapa kamu mencuri?”, pencuri itu menjawab “Ini adalah takdir. Saya tidak bisa menolaknya.” Khalifah Umar kemudian menyuruh sahabat-sahabat untuk menjilidnya 30 kali. Para sahabat heran dan bertanya “Mengapa dijilid? bukankah itu menyalahi aturan?”  Khlaifah menjawab “Karena ia telah berdusta kepada Allah.”

Seorang muslim tidak boleh melepas tangan (menghindar dari tanggung jawab) dengan beralasan bahwa kesalahan yang ia kerjakan adalah takdir yang ditentukan Allah kepadanya. Tanggung jawab tetap harus ditegakkan. Allah hanya menentukan suratan ulisan) tentang apa yang akan dikerjakan manusia berdasarkan keinginan mereka yang merdeka, tidak ada paksaan. Dari sinilah manusia dituntut untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan. Mulai dari hal yang sangat kecil sampai yang paling besar. “Barang siap yang berbuat kebaikan, walau sebesar biji atom, dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang berbuat kejelekan, walau sebesar biji atom, maka ia akan melihatnya pula” (al Zalzalah 7-8).

Sebuah persoalan dalam bidang budaya yang masih mendesak pemahaman kita ialah mengapa kebudayaan Indonesia sejak tahun 1980-an berada dalam keadaan kurang mengembirakan, ia semakin tergeser, tergusur, dan tersingkir dari pusat dan puncak perhatian dan kesibukan kita sehari-hari. Ini memang bukan persoalan baru, dan memang sudah ramai di perbincangkan pada awal 1980-an, tapi setiap ada yang mempertanyakan apa yang saat ini harus di perhatikan dalam sebuah kebudayaan Indonesia, saya cenderung menunjuk pada tidak lagi mementingkan kebudayaan sebagai problematika terpenting.
Musim temu budaya daerah sebagai penyangga budaya nasional bermunculan diberbagai kota seakan-akan budaya kita pada masa ini menghadapi kemunduran biarpun seorang pakar budaya masih penting.
Seorang pakar budaya pada masa pra-Orde baru mungkin seperti seorang Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, atau Laksamana Soedomo. Pada tahun 1970-an orang sudah mengeluh tentang kebudayaan, tapi pada waktu itu masih ada hiruk-pikuk perdebatan dan persaingan yang tak banyak tersisa.
Sejauh itu masih ada yang perlu di pertanyakan terhadap kesadaran akan wawasan Nusantara yang kadang masih diselimuti oleh chauvinis kedaerahan dan kebudayaan yang pada akhir-akhir ini akan kembali berona sejarah seperti ketika berkecamuknya masa renaisance dan aufklarung di benua barat tiga abad yang lalu. Apabila dengan kian terasanya arus globalisasi peradaban masyarakat industri maju, yang mengandalkan materialisme dan membawa wabah konsumerisme, pengusuran mau tak mau pasti terjadi. Banyak sendi budaya yang ditinggalkan.

Impor, Asing dan Modern
Diantara masalah itu, antara lain mengenai pemahaman kita tentang kebudayaan secara umum, khususnya kebudayaan Indonesia atau Nasional, kebudayaan -kebudayaan daerah dan asing peranan agama, ilmu pengetahuan budaya, bahkan, sampai pada masalah yang lebih kecil seperti, masalah minat baca dan sebagainya. Drs HM. Idham Samawi mengatakan, bahwa apa yang kita rasakan saat ini adalah sebuah kondisi di mana bangsa dan negara saat ini berada dalam suatu arus yang sangat besar yang membatasi (marjinalisasi). Kita dapat melihat secara langsung bagaimana petani terpuruk, buah lokal digusur oleh buah impor, kebudayaan kita tersingkir oleh kebudayaan asing, dalam kasus kebudayaan, kita melihat dengan jelas bagaimana anak-anak disihir oleh film-film asing ditengah ketidakmampuan kita melihat film bagi anak-anak kita. Dalam peta kehidupan masyarakat modern yang menjunjung tinggi budaya pragmatis, nilai- nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi keselarsan (harmoni), cenderung tersingkir. Sebab, nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Masalah merampingnya kebudayaan Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan seniman dan budayawan. Hal itu berarti bahwa sebenarnya kalangan seniman dan budayawan bukan bereaksi menghadapi realitas dan masalah yang timbul, melainkan mereka sekedar bereaksi menanggapi masalah dan realitas itu.
Pejabat pemerintah yang punya kompetisi dengan kesenian tradisional supaya citra negara terangkat dimata dunia dan pencaturan International, masih berdiri dengan perjanjian (konvensi) lama, negara dan pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis, karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Hal itu tidak membutuhkan perhatian dalam porsi yang besar, yang sama dengan sektor-sektor kehidupan lain tidakkah jatah untuk kebudayaan hanya 2,7 persen dari ranangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pada berita terakhir.
Kebudayaan masih dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan (turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian Indonesia di masa depan. Raudal Tanjung Banua mengatakan, bahwa tataran kebudayaan dengan kemungkinan nasionalisme kebudayaan tidak terlalu digali, bahkan cendrung dinibsikan. Akan tetapi dari proyek nasionalisme yang mengotamakan arus negara itu, bangsa-bangsa diringkus menjadi sekedar suku bangsa. Disusun sebuah ruang kebudayaan yang lebih lapang telah dihilangkan, demi kemauan politis.
Perlu di pahami kita memperbincangkan tergusurnya kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. itu tidak membicarakan budaya secara detail.bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan karena perbincangan tentang tergusurnya peran sosial budaya sering di pahami secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan- akan gejala ini saya kira merupakan kesalahan pihak budayawan.
Kesalahpahaman seperti itu, merupakan akibat dominasi tradisi romantisme yang terlalu menekankan aspek individual budayawan dan nilainya. Mengabaikan kebudayaan sebagai pranata sosial. menyebut nasib pranata kebudayaan dianggap sebagai serangan pribadi terhadap para budayawan.
Akibatnya, budayawan yang berwawasan sempit menyangkal terjadinya gejala pengerdilan dan penggusuran kebudayaan dalam pembangunan. Karena merasa di serang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan.
Model hubungan inilah, kita menampilkan cara-cara pemahaman yang baru sebagai paradigama postrukturalisme, dengan melibatkan sebagai disiplin yang lain, yang kemudian melahirkan pemahaman kebudayaan-kebudayaan yang bernuansa Islami dan berpegang teguh pada agama itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang dinamis sebagai akibat hubungan antara agama dan kebudayaan. Penelitian dan studi kultural perlu ditekankan untuk dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengungkapkan latar belakang sosial khususnya yang ada di Indonesia, sehingga agama dan kebudayaan benar-benar memiliki arti bagi masyarakat luas.

Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila, dan religii harus dikembangkan secara seimbang, selaras, dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.

Guna meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Dalam kenyataannya, manusia menunjukkan bahwa pendidikan merupakan pembimbingan diri sudah berlangsung sejak zaman primitif. Kegiatan pendidikan terjadi dalam hubungan orangtua dan anak.

John A. Laska, mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut :

Education is one of the most important activities in which human beings engange. It is by means of the educative process and its role intransmitting the cultural heritage from one generation to the next that human societies are able to meintein their existence. But education does more than just help us to keep the kind of society we already have; it is also one of the major ways in which people try to change or improve their societies…..

A. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisation.

Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau bahakan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.

Sebagai makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.

B. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.

Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.

Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.

C. Pengembangan manusia sebagai makhluk Susila

Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial. Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya.

Dalam proses antar hubungan dan antaraksi itu, tiap-tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing-masing. Oleh karena itu, keadaan yang yang cukup bermacam-macam akan terjadi berbagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.

Kehidupan manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain, membuat orang harus memiliki aturan-aturan norma. Aturan-aturantersebut dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Menusia akan lebih menghargai nilai-nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik.

Selain aturan-aturan norma, manusia juga memerlukan pendidikan yang dapat digunakan sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kenyamanan hidup. Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan, manusia dapat mengerti dan memahami makna hidup dan penerapannya.

Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia yang bersusila, karena hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Melalui pendidikan pula manusia dapat menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat melaksanakan dengan baik norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Manusia akan mematuhi norma-norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan yang tepat.

Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendidik seorang manusia mentaati norma, nilai dan kaidah masyarakat. Jika tidak maka manusia akan melakukan penyimpangan terhadap norma-norma yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.

D. Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Religius

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.

Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.

Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.

Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain

Agama dirumuskan para cendekiawan sebagai unsur pokok dalam suatu peradaban. Agama menurut para cendekiawan merupakan faktor terpenting dalam menentukan karakteristik peradaban.

Tanda-tanda kehancuran suatu peradaban dapat dilihat sejauh mana unsur utama peradaban tersebut dapat terpelihara dengan baik. “Jika agama yang menjadi pondasi utama peradaban sudah rusak, dapat diartikan peradaban telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Mungkin juga peradaban tersebut hanya tinggal nama. Tetapi hakikatnya peradaban itu sudah rusak atau hancur,” ujar Adian Husaini, Doktor bidang peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), Sabtu (18/4) dalam acara tasyakur dan orasi ilmiah di Aula Masjid Al Furqon.

Menurut Adian berbagai perdebatan seputar hubungan agama dan negara di Indonesia dan diskursus tentang Islam dan sekulerisme dalam sejarah perjalanan Indonesia bisa dijadikan bahan untuk melakukan introspeksi perjalanan bangsa. Umat Islam seharusnya dapat melihat secara cermat peradaban mana akan dikaitkan, pada masa lalu atau masa mendatang. Dikaitkan dengan peradaban Islam, peradaban Jawa, atau peradaban Barat atau dengan meramu ketiga unsur nilai dasar peradaban menjadi peradaban baru.

Sejak zaman VOC, Belanda mengakui hukum Islam di Indonesia. Kemudian pada tahun 1855, Belanda mempertegas pengakuannya terhadap hukum Islam di Indonesia. Dalam sejarah disebutkan perjuangan Pangeran Diponegoro, untuk menegakkan Islam di Tanah Jawa.

Para Orientalis Belanda dalam usaha meminggirkan Islam dalam sejarah nasional Indonesia menjadikan Kitab Darmagandul sebagai bahan rujukan penulisan sejarah. Bahkan seorang orientalis Belanda, GWJ Drewes menjadikan rujukan kitab itu untuk menggambarkan islam sebagai agama yang ditolak oleh orang Jawa.

Dalam kitab itu juga digambarkan seharusnya Al Quran tidak digunakan lagi sebagai pedoman dalam kehidupan manusia karena keberadaannya meresahkan. Kasus kitab Darmogandul menunjukkan kitab ini dirancang untuk menepikan Islam dari kehidupan masyarakat.

Adian mengungkapkan, sebagaimana yang diungkapkan M Natsir, ada tiga tantangan dakwah yang dihadapi umat Islam Indonesia, yaitu pemurtadan, gerakan sekulerisasi, dan gerakan nativisasi. Dengan demikian, umat Islam harus mencermati secara serius gerakan nativisasi yang dirancang secara terorganisir, yang biasanya melakukan koalisi dengan kelompok lain yang tidak senang pada Islam

Dikatakan Adian, Natsir dulu pernah mengkhawatirkan sekulerisasi dan pembaharuan yang dibuka tanpa kendali. Peristiwa-peristiwa tragis dalam dunia pemikiran Islam Indonesia susul menyusul berlangsung secara liar dan tidak dapat dikendalikan.

Saat ini di tengah-tengah era liberalisasi dalam berbagai bidang, liberalisasi pemikiran Islam juga menemukan medan yang kondusif karena didukung secara besar-besaran oleh negara-negara Barat. Sekulerisasi dan liberalisasi Islam juga dilakukan secara besar-besaran di 500 Perguruan Tinggi Islam (PTI) di Indonesia.

Begitupula dengan Piagam Jakarta yang ditolak karena adanya unsur-unsur Islam dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia muslim. Slah satu poin terpenting Pancasila “ Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Adian menggarisbawahi peradaban Islam akan dapat terwujud jika umat Islam dapat membangun satu bentuk perjuangan yang cerdas dan ikhlas. Secara internal, para pejuang Islam dituntut memiliki kemampuan keilmuan yang tinggi dan hati yang ikhlas.

Tiga tantangan yang disebutkan M Natsir, yaitu pemurtadan, sekulerisasi, dan nativisasi harus dapat direspon dengan cerdas dan bijaksana oleh umat Islam. “ Tantangan tersebut tidak boleh membuat kita loyo, tetapi kita harus bersemangat menghadapi semua tantangan tersebut,” ujarnya.

Tantangan terberat saat ini melalui gerakan liberalisasi Islam. Gerakan ini didukung kekuatan-kekuatan global yang masih memendam sikap islamofobia, dengan menyebarkan paham Pluralisme Agama, kesetaraan gender dan gerakan liberalisasi lainnya yang berusaha meruntuhkan pondasi islam, dnegan mendangkalkan akidah Islam dan merombak tatanan kelurga dan sistem sosial Islam.

Adian mengharapkan kaum Muslim dapat menekuni berbagai bidang dengan sungguh-sungguh dan sabar agar dapat menjadi teladan masyarakat. Dia memberi contoh, dalam lapangan politik, partai-partai Islam dan para politisi Muslim harus menjadi politisi teladan, baik dalam pemikiran maupun perilaku. “Mereka harus cerdas dan zuhud,” tegasnya.

Sedangkan dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah dan pesantren dan perguruan tinggi Islam harus diarahkan untuk menghasilkan pelajar dan sarjana yang unggul, beradab dan menjadikan Rasulullah sebagai uswah. Dalam bidang ekonomi, Adia mengharapkan lembaga-lembaga ekonomi syariah benar-benar menjadikan iman, ilmu dan ketakwaan sebagai landasan aktivitas perekonomian, dan bukan berlandaskan pada pragmatisme ekonomi.

Begitu juga di bidang lain, seperti sosial, budaya, informasi, sains dan teknologi. Umat Islam juga dituntut bekerja keras agar dapat menunjukkan bahwa Islam sebagai rahmatan lil’alamin.

Hubungan antar manusia, ataupun relasi-relasi sosial menentukan struktur dari masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial ini di dasarkan kepada komunikasi. Karenanya Komunikasi merupakan dasar dari existensi suatu masyarakat. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial, hubungan satu dengan yang lain warga-warga suatu masyarakat, baik dalam bentuk individu atau perorangan maupun dengan kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat. Apabila kita lihat komunikasi ataupun hubungan tersebut sebelum mempunyai bentukbentuknya yang konkrit, yang sesuai dengan nilai-nilai sosial di dalam suatu masyarakat, ia mengalami suatu proses terlebih dahulu. Proses-proses inilah yang dimaksudkan dan disebut sebagai proses sosial.

Sehingga Gillin & Gillin mengatakan bahwa: Proses-proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Dilihat dari sudut inilah, komunikasi itu dapat di Pandang sebagai sistem dalam suatu masyarakat, maupun sebagai proses sosial. Dalam komunikasi, manusia saling pengaruh-mempengaruhi timbal balik sehingga terbentuklah pengalaman ataupun pengetahuan tentang pengalaman masing-masing yang sama. Karenanya Komunikasi menjadi dasar daripada kehidupan sosial ia, ataupun proses sosial tersebut.
Kesadaran dalam berkomunikasi di antara warga-warga suatu masyarakat, menyebabkan suatu masyarakat dapat dipertahankan sebagai suatu kesatuan. Karenanya pula dalam setiap masyarakat terbentuk apa yang di namakan suatu sistem komunikasi. Sistem ini terdiri dari lambang-lambang yang diberi arti dan karenanya mempunyai arti-arti khusus oleh setiap masyarakat. Karena kelangsungan kesatuannya dengan jalan komunikasi itu, setiap masyarakat dapat. membentuk kebudayaannya, berdasarkan sistem komunikasinya masing-masing.
Dalam masyarakat yang modern, arti komunikasi menjadi lebih penting lagi, karena pada umumnya masyarakat yang modern bentuknya makin bertarnbah rasionil dan lebih di dasarkan pada lambang-lambang yang makin abstrak. Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial, dan karena bentuk-bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dairi interaksi, maka interaksi sosial yang dapat dinamakan proses sosial itu sendiri. Interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Gillin dan Gillin mengajukan dua syarat yang harus di penuhi agar suatu interaksi sosial itu mungkin terjadi, yaitu:

  1. Adanya kontak sosial (social contact)
  2. Adanya komunikasi.

Dengan demikian kontak merupakan tahap pertama terjadinya suatu interaksi sosial. Dapat di katakan bahwa urituk terjadinya suatu kontak, tidak perlu harus terjadi secara badaniah seperti arti semula kata kontak itu sendiri yang secara harfiah berarti “bersama-sama menyentuh”. Manusia sebagai individu dapat mengadakan kontak tanpa menyentuhnya tetapi sebagai makhluk sensoris dapat melakukannya dengan berkomunikasi. Komunikasi sosial ataupun “face-to face” communication, interpersonal communication, juga yang melalui media. Apalagi kemajuan teknologi komunikasi telah demikian pesatnya.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu tidak hanya antara individu dan individu sebagai bentuk pertamanya saja, tetapi juga dalam bentuk kedua, antara individu dan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. Bentuk ketiga, antara sesuatu kelompok manusia dengan kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Suatu kontak sosial tidak hanya tergantung Bari tindakan ataupun kegiatan saja, tetapi juga dari tanggapan atau response reaksi, juga feedback terhadap tindakan atau kegiatan tersebut.

Kontak sosial dapat bersifat positif, apabila mengarah kepada suatu kerjasama (cooperation). Dan dapat bersifat negatif apabila mengarah kepada suatu pertentangan (conflict), atau bahkan lama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

Memberi makna peradaban sebagai budaya, yang bermuatan cipta karsa,rasa dan karya agaknya kurang cukup. Alasannya, pemaknaannya terbatas pada muatan isi, bukan pada fungsi. Jika berbicara bagaimana peradaban ahsan (yang terbaik) akan berbeda sekali, karena ada hubungannya dengan fungsional agama yang mengharuskan peradaban yang baik itu dijalankan atau ditegakkan secara baik pula. Bukan sebaliknya, menegakkan peradaban dengan cara terlarang, hadits Nabi yang mengatakan addabani fi ahsani ta’dibii (bangunlah peradaban dengan cara beradab).

Tetapi kerap yang terjadi tidak demikian. Pada kebanyakan manusia bertindak berdasarkan kemauan sendiri tanpa memperhatikan nilai Agama. Karena itu, fungsi Agama sebagai nilai diperlukan dalam membangun peradaban yang baik tersebut.

Hakikat Peradaban
Hakikat peradaban bisa kita mulai dengan definisi “peradaban” itu sendiri. Peradaban mengambil padanaan kata civilization yang berarti nilai hidup satu kelompok atau bangsa dalam merespon tantangan masa yang dihadapinya dalam era tertentu (Oxport Dictionary English by Hassan Sadhly :2003).

Pada pengertian di atas sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) inti, yaitu: pertama nilai, kedua kelompok tertentu, dan ketiga tantangan zaman.  Pengertian demikian memungkinkan respons suatu kelompok orang akan berbeda dengan kelompok lainnya. Juga bisa tantangan zaman berbeda maka nilai yang dipakai berbeda pula. Dengan demikian, penegakan satu peradaban tergantung pada kelompok dengan nilai yang dianutnya, serta tantangan zamannya. Repons dengan cara berbeda itu bahkan yang tidak beradab sekalipun dimungkin bisa terjadi.

Amat menarik apa yang disampaikan Wafa Sultan. Ia berpendapat bahwa sebenarnya peradaban itu muncul dari construct antara banyak dimensi: dimensi masa lalu dengan dimensi masa kini; dimensi kebodohan dengan ilmu; dimensi jahiliah dengan dimensi modern.
Dalam pandangan psikolog asal Syria yang kini mukim di Amerika tersebut juga terdapat pertentangan paham kemerdekaan dan penjajahan, pertentangan demokrasi dan diktator antara konsep sipil dan konsep militer. Wanita Arab berpredikat Doktor ini percaya bahwa dimensi itu berada tidak dalam clash (tabrakan) tetapi terletak dalam compite (persaingan) (TV Qatar, 12 Oktober 2005)

Agaknya dengan dimensi peradaban itu, antara dimensi masa lalu dan masa kini kerap mendatangkan kebimbangan pada kita. Padahal masa lalu itu sesuatu yang sudah selesai, masa kini dan masa depan menyediakan kreativitas yang baru. Ibarat buku masa kini dan masa akan datang itu, merupakan sambungan halaman demi halaman yang berbeda, namun merupakan kesatuan yang utuh

Perubahan Terbaik
Sama halnya dimensi kebodohan dan ilmu, tidak ada clash antara keduanya, karena yang terjadi adalah pencerahan, rasionalisasi keadaan yang bila disimpulkan tidak lain dari perubahan yang ahsan (baik). Begitu pula dimensi diktator dengan demokrasi, bukanlah tabrakan. Secara proses peradaban berlangsung melalui perubahan struktur yang awalnya kekuasaan perorangan (individual) menjadi kekuasaan bersama; konsep kekuasaan dengan dimensi superman (diktator) menjadi kekuasaan bersama atau super team dalam wadah demokrasi.

Terhadap dimensi sipil dan militer dinilai dari sudut peradaban tidak masalah bila itu sesuai dengan kepentingan suatu kaum dalam keperluan zamannya. Bahkan antara keduanya saling memberi, yaitu orang sipil berprilaku militer, dan sebaliknya kalangan militer bisa berprilaku sipil juga. Untuk sekadar menyebut kasus, perhatikanlah bangsa Indonesia dalam masa pra kemerdekaan: semua menjadi satu dalam dimensi militer untuk melawan penjajahan.

Kelompok sipil yang dimotori kaum Ulama, ikut berperang dalam wadah Barisan Hizbullah, Barisan Sabilillah yang semuanya menjalankan konsep militer bergabung dengan satuan militer yang ada. Secara ringkasnya, proses peradaban dengan beragam dimensi di atas, berlangsung dalam kriteria ahsan (baik) yaitu compite (persaingan) bukan clash (tabrakan)
Jika perubahan keadaan berlangsung tidak beradab, maka itulah yang menjadi masalah. Inilah yang dibayangkan oleh banyak orang adanya clash of civilization. Masalah ini juga disinggung oleh para ulama dalam dalil yang mengatakan “penegakan yang baik mestilah dengan cara yang baik juga”. Tidak dibolehkan menyelesaikan sebuah masalah dengan menimbulkan masalah yang baru.

Dalam falsafah negara kita salah satu silanya adalah “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” Maksudnya pandangan hidup bangsa Indonesia mestilah menegakkan nilai-nilai kemanusiaan berupa nilai agama, kebebasan serta kemerdekaan dengan cara adil dan melalui cara yang benar sesuai dengan kepantasan sopan santun.

Nilai agama merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari upaya mencari manusia yang beradab tersebut. Bentuknya adalah dalam fungsinya sebagai manusia dalam peradaban. Tegasnya, seorang manusia menjalankan agamanya dalam peradaban. Atau menghadirkan ajaran Tuhan dalam dimensi sejarah, dimensi ilmu, dimensi demokrasi, dan dimensi militer, sehingga kita melihat wajah Tuhan itu ada dalam sejarah, ada dalam ilmu dan teknologi, ada dalam demokrasi, dan ada dalam konsep militer. Fungsi ajaran Allah Swt itu ada dalam peradaban manusia.

Penutup
Akhirnya, dalam membangun peradaban harus dibangun dalam perspektif agama. Jika Tuhan memberikan alam semesta dan isinya sebagai lahan dakwah, maka peradaban adalah medan dakwah itu sendiri, yaitu menghadirkan nilai hidup dan nilai keadilan yang beradab bagi semua manusia. Menghadirkan Sang Maha Pencipta langit dan bumi di atas persada bumi. Itulah peradaban yang dibangun dengan cara yang baik dan elegan (QS Al-Baqarah [2]: 225).
Semoga kita semua menyadarinya.

Kemajuan ilmu dan teknologi yang semula bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya teknologi telah menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia. Ketakutan yang dirasakan oleh manusia akibat perkembangan teknologi ini disebabkan adanya kekhawatiran akan adanya penyalahgunaannya oleh orang yang tidak bertanggung jawaab.

Berbicara tentang dampak dari perkembangan IPTEK, maka kita akan dihadapka pada berbagai bidang, bahkan hampir semua aspek dalam kehidupan di dunia ini peyang dapat dipengaruhi oleh adanya perkembangan IPTEK, seperti yang kita lihat sekarang ini, semua orang dalam kehidupannya sehari-hari hampir tidak bisa lepas dari teknologi, seorang dosen kalau pergi ke kampus tidak lupa membawa, laptop dan LCD, setiap orang selalu berdampingan dengan HP, saat jam istirahat di rumah, selalu ditemani dengan tayangan Televisi, dan lain sebagainya, kesemuanya itu hanya sebagian kecil dari pengaruh perkembangan yang ditimbulkan oleh IPTEK.

Sebagai contoh PSS saat ini mengidentifikasi bahwa penyalahgunaan senjata nuklir, kimia, biologi dan radiologi serta WMO lain merupakan merupakan salah satu klaster ancaman bersama bagi umat manusia. Padahal hal tersebut merupakan hasil pemikiran manusia yang genius. Apalagi kalau perkembangan tersebut bersinergi negative dengan bahaya terhadap keamanan lain, baik yang bersifat simetrik seperti antar Negara maupun bahaya asimetrik seperti terorisme dan kejahatan transnasional terorganisasi yang disponsori oleh “nonstate actors”. Hal tersebut tidak hanya membahayakan Negara sebagai kesatuan (statecentric), tetapi juga membahayakan keamanan manusia (human security). (Sofyan Sauri, 2009).

Dengan adanya perkembangan IPTEK manusia medapatkan berbagai kemudahan dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Bahkan saat sekarang ini hampir setiap orang itu tidak bisa terpisah dari adanya teknologi, setiap orang memanfaatkan alat komunikasi langsung jarak jauh seperti HP untuk berhubungan dengan orang lain yang berjauhan. Orang kalau ingin bepergian ke luar negeri tidak lagi memerlukan waktu yang lama, karena mereka tinggal naik pesawat terbang, dengan beberapa menit saja mereka sudah sampai di tempat tujuan yang dituju, selain itu berbagai kegiatan yang pada awalnya dilakukan dengan menggunakan banyak tenaga manusia untuk mengerjakannya, kini dengan adanya perkembangan IPTEK semuanya itu dapat teratasi dengan penggunaan tenaga mesin untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan waktu yang relative lebih cepat daripada menggunakan tenaga manusia secara manual.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya perkembangan IPTEK, manusia sangat banyak terbantu untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi disisi lain manusia juga harus sadar akan adanya berbagai macam ancaman yang dapat ditimbulkan oleh adanya perkembangan IPTEK tersebut, yang akan dapat membahayakan bagi manusia itu sendiri.

Diantara bidang yang dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK adalah: bidang pendidikan, bidang informasi dan komunikasi, bidang ekonomi dan industri, dan bidang politik. Untuk lebih jelasnya mengenai berbagai dampak perkembangan IPTEK tersebut, berikut akan dijelaskan mengenai dampak IPTEK tersebu.

1. Bidang Pendidikan

Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty First Century” merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk menguasai. pengetahuan) Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi sekarang ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.

Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.

Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Sejalan dengan perkembangan TIK itu sendiri pengertian e-learning menjadi lebih luas yaitu pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, vidiotape, transmisi satellite atau computer. (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).

Robin Paul Ajjelo juga mengemukakan secara ilustratif bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.

Sebagai sebuah proses, teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan,melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia. (AECT, 1977). Sejalan dengan hal tersebut, maka lahirnya teknologi pendidikan lahir dari adanya permasalahan dalam pendidikan. Permasalahan pendidikan yang mencuat saat ini, meliputi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu / kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Permasalahan serius yang masih dirasakan oleh pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi adalah masalah kualitas, tentu saja ini dapat di pecahkan melalui pendekatan teknologi pendidikan.

Teknologi pembelajaran terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari kita sering dijumpai adanya pemanfaatan dari perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan, seperti yang sering dilakukan oleh guru yaitu mengkombinasikan alat teknologi dalam proses pembelajaran.

Internet merupakan merupakan salah satu alat komunikasi yang murah dimana memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih. Kemampuan dan karakteristik internet memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar jarak jauh (E-Learning) menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak boleh lupa bahwa teknologi itu tidak hanya mendatangkan manfaat positif, melainkan juga akan dapat mendatangkan dampak negative, inilah yang harus tetap kita waspadai. Mengingat saat sekarang ini sering kita lihat dimana-mana banyak para pelajar dan mahasiswa yang sering menggunakan pasilitas teknologi tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga hal ini dapat mendatangkan dampak yang negatif.

Beberapa dampak positif dan negative dari perkembangan teknologi terkait dengan dunia pendidikan, yaitu:

a. Dampak positif

1) Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Seperti jaringan internet, lab computer sekolah, dll.

Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, sehingga siswa dalam belajar tidak perlu terlalu terpaku terhadap informasi yang diajarkan oleh guru di sekolah, tetapi mereka juga bisa mengakses materi pelajaran langsung dari internet.

2) Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak, dan dapat dipahami secara mudah oleh siswa.

3) Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka

Selama ini, proses pembelajaran yang kita kenal yaitu adanya pembelajaran yang disampaikan hanya dengan tatap muka langsung, namun dengan adanya kemajuan teknologi, proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-lain.

4) Adanya sistem pengolahan data hasil penelitian yang menggunakan pemampaatan teknologi.

Dulu, ketika orang melakukan sebuah penelitian, maka untuk melakukan analisis terhadap data yang sudah diperoleh harus dianalisis dan dihitung secara manual. Namun setelah adanya perkembangan IPTEK, semua tugas yang dulunga dikerjakan dengan manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama, menjadi sesuatu yang mudah untuk dikerjakan, yaitu dengan menggunakan media teknologi, seperti computer, yang dapat mengolah data dengan memanfaatkan berbagai program yang telah diinstalkan.

5) Pemenuhan kebutuhan akan pasilitas pendidikan dapat dipenuhi dengan cepat.

Dalam bidang pendidikan tentu ada banyak hal dan bahan yanga harus dipersiapkan, salah satu contoh, yaitu pengandaan soal ujian. Dengan adanya mesin photocopy, untuk memenuhi kebutuhan akan adanya jumlah soal yang banyak tentu membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakannya kalau itu dilakukan dengan secara manual. Tapi dengan perkembangan teknologi mesin photocopy, semuanya itu dapat dilakukan hanya dalam waktu yang singkat.

Khususnya dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari perkembangan IPTEK, yaitu:

1) Pembelajaran menjadi lebih interaktif, simulatif, dan menarik

2) Dapat menjelaskan sesuatu yang sulit / kompleks

3) Mempercepat proses yang lama

4) Mengahadirkan peristiwa yang jarang terjadi

5) Menunjukkan peristiwa yang berbahaya atau di luar jangkauan

b. Dampak negatif

Disamping dampak positif yang ditimbulkan oleh perkembangan IPTEK, juga akan muncul dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh perkembangan IPTEK dalam proses pendidikan, antara lain:

1) Siswa menjadi malas belajar

Dengan adanya peralatan yang seharusnya dapat memudahkan siswa dalam belajar, seperti Laptop dengan jaringan internet, ini malah sering membuat siswa jadi malas belajar, terkadang banyak diantara mereka yang menghabiskan waktunya untuk berinternetan yang hanya mendatangkan kesenangan semata, seprti main Facebook, Chating, Frienster, dll, yang kesemuanya itu tentu akan berpengaruh terhadap minat belajar siswa.

2) Terjadinya pelanggaran asosila

Sering kita dengan diberita-berita, dimana terjadi pelaku pelanggaran asosila dilakukan oleh seorang siswa terhadap siswa lainnya, seperti terjadinya tauran antar pelajar, terjadinya priseks, dll.

3) Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan yang dapat disalah gunakan oleh siswa.

Dengan munculnya media massa yang dihasilkan oleh perkembangan IPTEK, ini dapat menimbulkan adanya berbagai perilaku yang menyimpang yang dapat terjadi, seperti adanya siswa yang sering menghabiskan waktunya untuk main game, main VS, main Facebook, Chating lewat internet. Sehingga yang semula waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar malah digunakan untuk bermain, sehingga jam belajar menjadi habis dengan sia-sia. Akhirnya semuanya itu akan dapat berpengaruh negative terhadap hasil belajar siswa dan bahkan terjadi kemerosotan moral dari para siswa bahkan mahasiswa.

4) Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran, sehingga membuat siswa menjadi malas.

Dengan adanya pasilitas yang dapat digunakan dengan mudah dalam proses pembelajaran, ini terkadang sering membuat siswa dan mahasiswa menjadi malas dan merasa lebih dimanjakan, misalnya ketika siswa diberi tugas untuk membuat makalah, maka mereka merasa tidak perlu pusing-pusing, karena cukup mencari bahan lewat internet dan mengkopi paste, sehingga siswa semakin menjadi malas belajar.

5) Kerahasiaan alat tes untuk pendidikan semakin terancam.

Selama ini sering kita melihat dan mendengan di siaran TV, tentang adanya kebocoran soal ujian, ini merupakan salah satu akibat dari penyalahgunaan teknologi, karena dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka dengan mudah dapat mengakses informasi dari satu daerah ke daerah lain, inilah yang dilakukan oleh oknum untuk melakukan penyelewengan terkait dengan kebocoran soal ujian, sehingga kejadian ini sering meresahkan pemerintah dan masyarakat.

6) Penyalah gunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kriminal.

Pada awalnya pendidikan itu ditujukan untuk mendapatkan perubahan yang bersifat positif, namun pada akhirnya seringkali tujuan itu diselewengkan dengan berbagai alasan. Contohnya, seorang heker, dengan kemampuannya melakukan penerobosan system sebuah kantor atau perusahaan, mereka dapat melakukan perampokan dengan tidak perlu merampok langsung ke bank atau ke kantor, cukup dengan melakukan pembobolan terhadap system keuangan atau informasi penting, maka mereka akan dapat keuntungan, dan sulit untuk dilacak pelakunya.

7) Adanya penyalahgunaan sistem pengolahan data yang menggunakan teknologi.

Dengan adanya pengolahan data dengan sistem teknologi, sering kali kita temukan adanya terjadi kecurangan dalam melakukan analisis data hasil penelitian yang dilakukan oleh siswa bahkan mahasiswa, ini mereka lakukan hanya untuk mempermudah kepentingan pribadi, dengan mengabaikan kebenaran hasil penelitian yang dilakukan.

TAK hanya kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi (emotional quotient) anak juga harus diasah sejak dini. Salah satu caranya dengan memberi rasa kasih sayang dan bersikap toleransi pola pengasuhan.

Pakar emotional intelligence dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET mengatakan, orangtua jangan memaksakan kehendak pada anak. Jika terjadi terus-menerus, maka anak akan berbohong. Sebab, anak beranggapan dengan berbohong, maka bisa berkomunikasi dengan orangtuanya.

”Jika anak bohong terus-menerus, akibatnya kedua belah pihak, yakni orangtua dan anak mempunyai hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi,” tutur wanita yang menyelesaikan pendidikan emotional intelligence six seconds di Amerika Serikat pada 2004 dan 2005. Anak, menurut Hanny, ingin juga diakui prestasinya oleh orangtua.

Menurut Rudolf Dreikurs, pakar pendidikan dan psikiater dari Amerika dalam bukunya Children: the Challenge (1987), anak yang belum berperilaku baik merasa tidak dianggap atau tidak dihargai.

”Jika orangtua melakukan pendekatan emotional intelligence untuk pola asuh, maka tidak akan terjadi anak sering berbohong,” ucap Hanny.

Jika anak memiliki nilai bagus, tetapi tidak ceria, maka ada indikasi bahwa anak merasa stres. Untuk itu, segera lakukan pendekatan dengan cara positif untuk mengetahui penyebabnya.

EQ juga memegang peranan penting dan keduanya harus dikembangkan seawal mungkin sehingga bisa berjalan seimbang. Penelitian seorang profesor dari Amerika, Thomas J Stanley PhD dalam bukunya The Millionaire Mind, menulis kejujuran adalah faktor penting.

Penelitian ini dilakukan terhadap 733 orang yang sukses dengan kekayaan minimal USD1 juta. Selain kejujuran, papar Stanley, disiplin akan mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain juga faktor pendukung untuk menjadi orang yang sukses dalam berkarier dan kehidupannya.

”Hasil penelitian EQ memberikan kontribusi sebesar 90% dalam kesuksesan seseorang dan IQ memberikan kontribusi 10% untuk menjadikan anak sukses,” ucapnya.

Masih dikatakan Hanny yang mengutip pernyataan Peter Jeff, seorang pengusaha dalam bukunya Get A Grip on Your Dream bahwa lebih dari 50% CEO di perusahaan besar mempunyai nilai rata-rata C. Adapun 50% dari pengusaha jutawan di Amerika juga tidak menyelesaikan kuliah.

”Itu semua bisa terbukti bahwa seseorang sukses karena mereka memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang bagus. Kedua faktor itulah yang menentukan kesuksesan seseorang pada masa depannya,” sebutnya.

Juara dunia tinju kelas ringan super WBA asal Inggris, Amir “King” Khan berambisi menembus pusat tinju dunia sekaligus membersihkan citra Islam di AS.
Khan menaklukkan petinju kesayangan publik AS, Paulie Malignaggi di ronde ke 11 dalam pertarungan di Madison Square Garden, New York, Sabtu (15/9). Ia mengatasi Malignaggi di hadapan 4500 penonton dalam pertarungan debut Khan di AS.
“saya telah melakukan debut di sini, sekarang saya tahu rasanya,” kata Khan. “Bisa bertarung di AS itu seperti impian yang terwujud,” lanjutnya. “Sekarang saya inginkan pertarungan besar di Las Vegas.”
Menurut pimpinan Golden Boy Promotions, Richard Schaefer, pihaknya menginginkan Khan bertarung terlebih dulu di Inggris, sebelum kembali ke AS untuk pertarungan yang besar tahun ini juga.
Khan sendiri ingin menghadapi petinju asal Argentina, Marcos Maidana sebelum menunggu pemenang pertarungan antara Devon Alexander dan Tim Bradley. Pemenang pertarungan akan bertemu untuk menyatukan gelar juara dunia kelas WBA, WBC, WBO dan IBF. “Pemenang pertarungan ini akan membuktikan siapa petinju terbaik di kelas ini.”
Kemenangan atas Malignaggi sekaligus menjawab persiapan keras Khan sejak dari Inggris mau pun di pemusatan latihan di Vancouver, serta kesulitan Khan sebagai seorang keturunann Pakistan memeproleh visa masuk ke AS.
“Saya tahu banyak orang-orang Pakistan dan orang-orang muslim mendapat citra buruk di AS karena adanya kasus pemboman dan terorisme. Tetapi saya ingin menegaskan tidak semua orang seperti itu,” kata Khan. “Saya ingin menarik komunitas muslim ke lingkungan tinju seperti di Inggris. Di sana orang-orang Asia, China dan Pakistan datang bersama untuk menyaksikan saya. Saya ingin ini juga terjadi di AS,” ungkapnya.
“Saya ingin membuat stadion dan arena pertarungan penuh seperti yang saya lakukan di Inggris,” lanjut Khan. “Saya punya kemampuan untuk mewujudkannya.”
Schaefer merasa Khan memang memiliki kemampuan untuk menembus pasar tinju AS. “Mereka bilang, penampilan pertama merupakan hal terpenting,” kata Schaefer usai menyaksikan Khan menaklukkan Malignaggi. “Dengan kharisma dan kepribadiannya, ia memiliki kesempatan untuk menjadi duta besar olah raga dan mampu menyatukan manusia dengan kepalan tangannya.”